FOTO BARENG PASANGAN (CLOSE UP)
"Dilarang ngajak kenalan, kecuali kalo merasa diri lebih keren dari yang
ini."
FOTO BARENG PASANGAN DI LUAR NEGERI (berlatar belakang menara Eifel , air
terjun Niagara , pagoda dll)
"Dilarang ngajak kenalan, kecuali kalo merasa diri lebih keren dan lebih
mapan dari yang ini."
FOTO BARENG PASANGAN DAN ANAK DI LUAR NEGERI
"Dilarang ngajak kenalan, kecuali kalo merasa diri lebih keren dan lebih
mapan dari yang ini, plus mampu ngempanin anak gue."
FOTO SENDIRIAN, DI LUAR NEGERI
"Dilarang ngajak kenalan, kecuali kalo merasa mampu ngongkosin gue main ke
sini."
FOTO SENDIRIAN, DI TEMPAT WISATA DALAM NEGERI (Borobudur, Taman Mini, Dufan,
Pantai Kuta dll)
"Gue mah anaknya irit! Diajak ke Bali juga nyengir!"
FOTO BARENG TEMEN
"Paling enggak TEMEN-TEMEN gue ada yang keren"
FOTO BARENG BINATANG PELIHARAAN
"Paling enggak gue LEBIH KEREN dari peliharaan gue kan ..."
FOTO BAYI (ANAKNYA ASLI)
Pura-pura sayang anak, kalau pasang foto dirinya takut dimarahin suami/bini:
"Emang mau nyari yang baru di fesbuk?"
FOTO BAYI (ADIK, KEPONAKAN, ANAK TETANGGA)
Pengen cepet-cepet kawin
FOTO BINATANG PELIHARAANNYA DOANG
"Paling enggak PELIHARAAN gue KEREN kan ..."
FOTO BARENG MOBIL
"Paling enggak lo nggak akan jalan kaki dah ma gue..!"
FOTO JADUL/JAMAN MUDA
"Paling enggak DULU gue sempet rada keren n funky."
FOTO BARENG PASANGAN, POSE MESRA/BERPELUKAN
"Gila, ni orang nempel mulu! Ngga nyadar gue udah bosen!"
FOTO DI DEPAN RUMAH, BUSANA CASUAL/CASUAL BANGET
"Majikan gue sering pergi kok... Aman!"
FOTO KARTUN/ARTIS/ LOGO
"Jangan nilai gue dari segi tampang, lah...jangan, ya... JANGAN aja
po koknya!"
FOTO SENDIRIAN, CLOSE-UP
"Gila, gue keren ya?"
FOTO SENDIRIAN, CLOSE-UP, POSE COVER MAJALAH
"Gila, gue keren BANGET ya? ckckck!"
FOTO SENDIRIAN, CLOSE-UP, POSE COVER MAJALAH, PAKE EFEK BLUR/SEPHIA/ DLL
"SEANDAINYA ngga jerawatan/beruntusa n/panuan/ bopengan, gila, gue keren
BANGET ya? ckckck!"
TIDAK ADA FOTO/FOTO CUMA SATU ITU PUN PASFOTO dan JARANG LOGIN
Join fesbuk gara2 ada temennya yang ngojok2in "Yuk ikutan fesbuk dong, asik
lho! "trus udah di jawabin "Males ah" tapi temennya tetep ngotot "Alaa...
ikut deh, biar rame tauk..!"terus biar udah dibilangin "Enggak mau/engga
sudi/engga sempet" tuh temen terus aja ngejar2 tiap hari akhirnya join biar
terbebas dari teror tapi abis itu ngga pernah dibuka2 lagi.
FOTO YANG SAMA, BEBERAPA BIJI
Baru join fesbuk, belom tau bhw fesbuk suka lelet, jadi waktu upload foto
sempet bingung "Loh, kok foto gue ngga nongol? Wah, uploadnya gagal nih.
upload lagi ah.." trus setelah nyoba lagi; "eh! kok belom juga? gimana sih
ni, gagal mulu. coba lagi ah..." Demikian seterusnya.. .
Selasa, 22 Desember 2009
Arti foto di facebook
Diposting oleh dynkus di 16.44 0 komentar
Label: Selingan
Rabu, 16 Desember 2009
Keterbuakan Membuat segalanya Indah
> Sebuah kisah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran
> sebuah rumah tangga.
> Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka, tetapi
> segalanya sudah terlambat. Membawa nenek utk tinggal bersama
> menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah
> mengkhianati ikrar cinta yg telah kami buat selama
> ini,setelah 2 tahun menikah, saya dan suami setuju menjemput
> nenek di kampung utk tinggal bersama.
>
> Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah
> satu-satunya harapan nenek, nenek pula yg membesarkannya dan
> menyekolahkan dia hingga tamat kuliah.
> Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan
> sebuah kamar yg menghadap taman untuk nenek, agar dia dapat
> berjemur, menanam bunga dan sebagainya. Suami berdiri
> didepan kamar yg sangat kaya dgn sinar matahari, tidak
> sepatah katapun yg terucap tiba-tiba saja dia mengangkat
> saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam film India
> dan berkata: "Mari,kita jemput nenek di kampung".
>
> Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan
> kepalaku ke dadanya yg bidang, ada suatu perasaan nyaman dan
> aman disana. Aku seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja
> bisa diangkat dan dimasukan kedalam kantongnya. Kalau
> terjadi selisih paham diantara kami, dia suka tiba-tiba
> mengangkatku tinggi-tinggi diatas kepalanya dan
> diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru
> diturunkan. Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.
>
> Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah. Aku suka sekali
> menghias rumah dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek
> tidak tahan lagi dan berkata kepada suami:"Istri kamu
> hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa
> dimakan?" Aku menjelaskannya kepada nenek: "Ibu,
> rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman
> dan suasana hati lebih gembira". Nenek berlalu sambil
> mendumel, suamiku berkata sambil tertawa: "Ibu, ini
> kebiasaan orang kota , lambat laun ibu akan terbiasa
> juga."
>
> Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku
> pulang sambil membawa bunga, dia tidak bisa menahan diri
> untuk bertanya berapa harga bunga itu, setiap mendengar
> jawabanku dia selalu mencibir sambil
> menggeleng-gelengkan kepala. Setiap membawa pulang barang
> belanjaan,dia selalu tanya itu berapa harganya, ini berapa.
> Setiap aku jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras.
> Suamiku memencet hidungku sambil berkata: "Putriku, kan
> kamu bisa berbohong. Jangan katakan harga yang
> sebenarnya." Lambat laun, keharmonisan dalam rumah
> tanggaku mulai terusik.
>
> Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun
> pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata
> nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang
> sangat memalukan. Di meja makan, wajah nenek selalu cemberut
> dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Nenek selalu
> membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan
> sendok, itulah cara dia protes.
>
> Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat
> badanku sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu
> istirahatku dengan bangun pagi apalagi disaat musim dingin.
> Nenek kadang juga suka membantuku di
> dapur, tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot,
> misalnya: dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas
> belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual katanya. Jadilah
> rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik,
> dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua
> kumpulan kantong plastik.
>
> Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak
> menggunakan cairan pencuci, agar supaya dia tidak
> tersinggung, aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia
> sudah tidur. Suatu hari, nenek mendapati aku sedang mencuci
> piring malam harinya, dia segera masuk ke kamar sambil
> membanting pintu dan menangis. Suamiku jadi serba salah,
> malam itu kami tidur seperti orang bisu, aku coba
> bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli. Aku
> menjadi kecewa dan marah."Apa salahku?" Dia
> melotot sambil berkata: "Kenapa tidak kamu biarkan
> saja? Apakah memakan dengan piring itu bisa membuatmu
> mati?"
>
> Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg culup
> lama, suasana menjadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk,
> tidak tahu harus berpihak pada siapa? Nenek tidak lagi
> membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi dia selalu
> bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu
> kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan
> dengan lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemohku
> sewaktu melihat padaku, seakan berkata dimana tanggung
> jawabmu sebagai seorang istri?
> Demi menjaga suasana pagi hari agar tidak terganggu, aku
> selalu membeli makanan diluar pada saat berangkat kerja.
> Saat tidur, suami berkata:"Luci, apakah kamu merasa
> masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu tidak
> pernah makan di rumah?" sambil memunggungiku dia
> berkata tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua
> belah pipiku. Dan dia akhirnya berkata: "Anggaplah ini
> sebuah permintaanku, makanlah bersama kami setiap
> pagi". Aku mengiyakannya dan kembali ke meja makan yg
> serba canggung itu.
>
> Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan dan
> tiba-tiba ada suatu perasaan yg sangat mual menimpaku,
> seakan-akan isi perut mau keluar semua. Aku menahannya
> sambil berlari ke kamar mandi, sampai disana aku segera
> mengeluarkan semua isi perut. Setelah agak reda, aku melihat
> suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan memandangku
> dengan sinar mata yg tajam, diluar sana terdengar suara
> tangisan nenek dan berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku
> terdiam dan terbengong tanpa
> bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku berbuat
> demikian!
> Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar hebat
> dengan suamiku, nenek melihat kami dengan mata merah dan
> berjalan menjauh…… suamiku segera mengejarnya keluar
> rumah.
>
> Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa nenek.
> Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan tidak juga
> meneleponku. Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan nenek di
> rumah ini, aku sudah banyak mengalah, mau bagaimana lagi?
> Entah kenapa aku selalu merasa mual dan kehilangan nafsu
> makan ditambah lagi dengan keadaan rumahku yang kacau,
> sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman sekerjaku
> berkata:"Luci, sebaiknya kamu periksa ke dokter".
> Hasil pemeriksaan menyatakan aku sedang hamil. Aku baru
> sadar mengapa aku mual-mual pagi itu. Sebuah
> berita gembira yg terselip juga kesedihan. Mengapa suami
> dan nenek sebagai orang yg berpengalaman tidak berpikir
> sampai sejauh itu?
>
> Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3 hari
> tidak bertemu dia berubah drastis, muka kusut kurang tidur,
> aku ingin segera berlalu tetapi rasa iba membuatku tertegun
> dan memanggilnya. Dia melihat ke
> arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi, pandangan
> matanya penuh dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku
> berkata pada diriku sendiri, jangan lagi melihatnya dan
> segera memanggil taksi. Padahal aku
> ingin memberitahunya bahwa kami akan segera memiliki
> seorang anak. Dan berharap aku akan diangkatnya
> tinggi-tinggi dan diputar-putar sampai aku minta ampun
> tetapi..... mimpiku tidak menjadi kenyataan. Didalam taksi
> air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalah pahaman
> ini berakibat sangat buruk?
>
> Sampai di rumah aku berbaring di ranjang memikirkan
> peristiwa tadi, memikirkan sinar matanya yg penuh dengan
> kebencian, aku menangis dengan sedihnya. Tengah malam,aku
> mendengar suara orang membuka laci, aku menyalakan lampu dan
> melihat dia dgn wajah berlinang air mata sedang mengambil
> uang dan buku tabungannya. Aku nenatapnya dengan dingin
> tanpa berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku saja dan
> segera berlalu. Sepertinya dia sudah memutuskan utk
> meninggalkan aku. Sungguh lelaki yg sangat picik, dalam saat
> begini dia masih bisa membedakan antara cinta dengan uang.
> Aku tersenyum sambil menitikan air mata.
>
> Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin
> secepatnya membereskan masalah ini, aku akan membicarakan
> semua masalah ini dan pergi mencarinya di kantornya.Di
> kantornya aku bertemu dengan seketarisnya yg melihatku
> dengan wajah bingung."Ibunya pak direktur baru saja
> mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah
> sakit. Mulutku terbuka lebar. Aku segera menuju rumah sakit
> dan saat menemukannya, nenek sudah meninggal. Suamiku tidak
> pernah menatapku, wajahnya kaku. Aku memandang jasad nenek
> yg terbujur kaku... Sambil menangis aku menjerit dalam hati:
> "Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?"
> Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak pernah
> bertegur sapa denganku, jika memandangku selalu dengan
> pandangan penuh dengan kebencian.
>
> Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang lain,
> pagi itu nenek berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau
> kembali ke kampung. Suamiku mengejar sambil berlari, nenek
> juga berlari makin cepat sampai tidak
> melihat sebuah bus yg datang ke arahnya dengan kencang. Aku
> baru mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan
> kebencian. Jika aku tidak muntah pagi itu, jika kami tidak
> bertengkar, jika............ dimatanya, akulah penyebab
> kematian nenek.
>
> Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang kerja
> dengan badan penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku
> merasa bersalah tetapi juga merasa harga diriku
> terinjak-injak. Aku ingin menjelaskan bahwa semua ini bukan
> salahku dan juga memberitahunya bahwa kami akan segera
> mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku tidak
> pernah menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau
> dimaki-maki olehnya
> walaupun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan sangat
> lambat. Kami hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal
> satu sama lain. Dia pulang makin larut malam. Suasana tegang
> didalam rumah.
>
> Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah café, melalui
> keremangan lampu dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku
> dengan seorang wanita didalam. Dia sedang menyibak rambut
> sang gadis dengan mesra. Aku tertegun dan mengerti apa yg
> telah terjadi. Aku masuk kedalam dan berdiri di depan mereka
> sambil menatap tajam kearahnya. Aku tidak menangis juga
> tidak berkata apapun karena aku juga tidak tahu harus
> berkata apa. Sang gadis melihatku dan ke arah suamiku dan
> segera hendak berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan
> menatap kembali ke arahku dengan sinar mata yg tidak kalah
> tajam dariku. Suara detak jantungku terasa sangat keras,
> setiap detak suara seperti suara menuju kematian.
>
> Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan mereka, jika
> tidak.. mungkin aku akan jatuh bersama bayiku dihadapan
> mereka. Malam itu dia tidak pulang ke rumah. Seakan
> menjelaskan padaku apa yang telah terjadi. Sepeninggal
> nenek, rajutan cinta kasih kami juga sepertinya telah
> berakhir. Dia tidak kembali lagi ke rumah, kadang sewaktu
> pulang ke rumah, aku mendapati lemari seperti bekas
> dibongkar.
> Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang keperluannya.
> Aku tidak ingin menelepon dia walaupun kadang terbersit
> suatu keinginan untuk menjelaskan semua ini. Tetapi itu
> tidak terjadi........., semua berlalu begitu saja.
>
> Aku mulai hidup seorang diri, pergi check kandungan seorang
> diri. Setiap kali melihat sepasang suami istri sedang check
> kandungan bersama, hati ini serasa hancur. Teman-teman
> menyarankan agar aku membuang saja bayi ini, tetapi aku
> seperti orang yg sedang histeris mempertahankan miliknya.
> Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada nenek bahwa aku
> tidak bersalah.
>
> "Suatu hari pulang kerja, aku melihat dia duduk
> didepan ruang tamu. Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada
> selembar kertas diatas meja, tidak perlu tanya aku juga tahu
> surat apa itu. 2 bulan hidup sendiri, aku sudah bisa
> mengontrol emosi. Sambil membuka mantel dan topi aku berkata
> kepadanya: "Tunggu sebentar, aku akan segera menanda
> tanganinya". Dia melihatku dengan pandangan awut-awutan
> demikian juga aku. Aku berkata pada diri sendiri, jangan
> menangis, jangan menangis. Mata ini terasa sakit sekali
> tetapi aku terus bertahan agar air mata ini tidak keluar.
>
> Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya dan
> ternyata dia memperhatikan perutku yg agak membuncit. Sambil
> duduk di kursi, aku menanda tangani surat itu dan
> menyodorkan kepadanya."Luci, kamu hamil?" Semenjak
> nenek meninggal, itulah pertama kali dia berbicara kepadaku.
> Aku tidak bisa lagi membendung air mataku yg mengalir keluar
> dengan derasnya. Aku menjawab: "Iya, tetapi tidak
> apa-apa. Kamu sudah boleh pergi". Dia tidak pergi,
> dalam keremangan ruangan kami saling berpandangan.
> Perlahan-lahan dia membungkukan badannya ke tanganku, air
> matanya terasa menembus lengan bajuku. Tetapi di lubuk
> hatiku, semua sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan
> tidak bisa diambil kembali.
> Entah sudah berapa kali aku mendengar dia mengucapkan kata:
> "Maafkan aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir
> untuk memaafkannya tetapi tidak bisa. Tatapan matanya di
> cafe itu tidak akan pernah aku lupakan. Cinta diantara kami
> telah ada sebuah luka yg menganga. Semua ini adalah sebuah
> akibat kesengajaan darinya.
>
> Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang telah
> berlalu tidak akan pernah kembali. Hanya sewaktu memikirkan
> bayiku, aku bisa bertahan untuk terus hidup. Terhadapnya,
> hatiku dingin bagaikan es, tidak pernah menyentuh semua
> makanan pemberian dia, tidak menerima semua hadiah
> pemberiannya tidak juga berbicara lagi dengannya. Sejak
> menanda tangani surat itu, semua cintaku padanya sudah
> berlalu, harapanku telah lenyap tidak berbekas.
>
> Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur bersamaku,
> aku segera berlalu ke ruang tamu, dia terpaksa kembali ke
> kamar nenek. Malam hari, terdengar suara orang mengerang
> dari kamar nenek tetapi aku tidak perduli. Itu adalah
> permainan dia dari dulu. Jika aku tidak perduli padanya, dia
> akan berpura-pura sakit sampai aku menghampirinya dan
> bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku sambil
> tertawa terbahak-bahak. Dia lupa........, itu adalah dulu,
> saat cintaku masih membara, sekarang apa lagi yg aku miliki?
>
> Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar suara orang
> mengerang sampai anakku lahir. Hampir setiap hari dia selalu
> membeli barang-barang perlengkapan bayi, perlengkapan
> anak-anak dan buku-buku bacaan untuk anak-anak. Setumpuk
> demi setumpuk sampai kamarnya penuh sesak dengan
> barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik simpatiku tetapi
> aku tidak bergeming. Terpaksa dia mengurung diri dalam
> kamar, malam hari dari kamarnya selalu terdengar suara
> pencetan keyboard komputer. Mungkin dia lagi tergila-gila
> chatting dan berpacaran di dunia maya pikirku. Bagiku itu
> bukan lagi suatu masalah.
>
> Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba terasa sangat
> sakit dan aku berteriak dengan suara yg keras. Dia segera
> berlari masuk ke kamar, sepertinya dia tidak pernah tidur.
> Saat inilah yg ditunggu-tunggu olehnya. Aku digendongnya dan
> berlari mencari taksi ke rumah sakit. Sepanjang jalan, dia
> mengenggam dengan erat tanganku, menghapus keringat dingin
> yg mengalir di dahiku. Sampai di rumah sakit, aku segera
> digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya yg kurus
> kering, aku terbaring dengan hangat dalam dekapannya.
> Sepanjang hidupku, siapa lagi yg mencintaiku sedemikian rupa
> jika bukan dia?
>
> Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku dengan
> tatapan penuh kasih sayang saat aku didorong menuju
> persalinan, sambil menahan sakit aku masih sempat tersenyum
> padanya. Keluar dari ruang bersalin, dia memandang aku dan
> anakku dengan wajah penuh dengan air mata sambil tersenyum
> bahagia. Aku memegang tangannya, dia membalas memandangku
> dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu terjerambab ke
> lantai. Aku berteriak histeris memanggil namanya.
>
> Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa membuka
> matanya…… aku pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan
> sebutir air matapun untuknya, tetapi kenyataannya tidak
> demikian, aku tidak pernah merasakan sesakit seperti saat
> ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai pada stadium
> mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah merupakan
> sebuah mukjizat. Aku tanya kapankah kanker itu terdeteksi? 5
> bulan yg lalu kata dokter, bersiap-siaplah menghadapi
> kemungkinan terburuk. Aku tidak lagi peduli dengan nasehat
> perawat, aku segera pulang ke rumah dan ke kamar nenek lalu
> menyalakan komputer.
>
> Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah benar apa
> adanya, aku masih berpikir dia sedang bersandiwara……
> Sebuah surat yg sangat panjang ada di dalam komputer yg
> ditujukan kepada anak kami. "Anakku, demi dirimu aku
> terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itu adalah
> harapanku... Aku tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi
> semua bentuk kebahagiaan dan kekecewaan, sungguh bahagia
> jika aku bisa melaluinya bersamamu tetapi ayah tidak
> mempunyai kesempatan untuk itu. Didalam komputer ini, ayah
> mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap segala
> kemungkinan hidup yg akan kamu hadapi. Kamu boleh
> mempertimbangkan saran ayah. "Anakku, selesai menulis
> surat ini, ayah merasa telah menemanimu hidup selama
> bertahun-tahun. Ayah sungguh bahagia. Cintailah ibumu, dia
> sungguh menderita, dia adalah orang yg paling mencintaimu
> dan adalah orang yg paling ayah cintai".
>
> Mulai dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak TK , SD ,
> SMP, SMA sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap
> didalamnya. Dia juga menulis sebuah surat untukku.
> "Kasihku, dapat menikahimu adalah hal yg paling bahagia
> aku rasakan dalam hidup ini. Maafkan salahku, maafkan aku
> tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku. Aku tidak mau
> kesehatan bayi kita terganggu oleh karenanya. Kasihku, jika
> engkau menangis sewaktu membaca surat ini, berarti kau telah
> memaafkan aku. Terima kasih atas cintamu padaku selama ini.
> Hadiah-hadiah ini aku tidak punya kesempatan untuk
> memberikannya pada anak kita... Pada bungkusan hadiah
> tertulis semua tahun pemberian padanya".
>
> Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring lemah. Aku
> menggendong anak kami dan membaringkannya diatas dadanya
> sambil berkata: "Sayang, bukalah matamu sebentar saja,
> lihatlah anak kita. Aku mau dia merasakan kasih sayang dan
> hangatnya pelukan ayahnya". Dengan susah payah dia
> membuka matanya, tersenyum.......... anak itu tetap dalam
> dekapannya, dengan tangannya yg mungil memegangi tangan
> ayahnya yg kurus dan lemah. Tidak tahu aku sudah menjepret
> berapa kali momen itu dengan kamera di tangan sambil berurai
> air mata..................
>
> Teman2 terkasih, aku sharing cerita ini kepada kalian, agar
> kita semua bisa menyimak pesan dari cerita ini. Mungkin saat
> ini air mata kalian sedang jatuh mengalir atau mata masih
> sembab sehabis menangis, ingatlah
> pesan dari cerita ini: "Jika ada sesuatu yg mengganjal
> di hati diantara kalian yg saling mengasihi, sebaiknya
> utarakanlah jangan simpan didalam hati".
> Siapa tau apa yg akan terjadi besok? Ada sebuah pertanyaan:
> Jika kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita akan
> menyesali semua hal yg telah kita perbuat? atau apa yg telah
> kita ucapkan? Sebelum segalanya
> menjadi terlambat, pikirlah matang2 semua yg akan kita
> lakukan sebelum kita menyesalinya seumur hidup.
Diposting oleh dynkus di 19.11 0 komentar
Label: Renungan
Selasa, 08 Desember 2009
Minggu, 06 Desember 2009
Selamat menikmati hidup yang diberkati & bebas dari "sampah"
Just Info for you all
----- (Wajib Dibaca dan Mohon Berhati-hatilah).
Seorang pria menghampiri seorang wanita yang sedang mengisi bensin dan menawarkan jasanya sebagai pengecat serta memberikan kartu namanya.
Wanita itu menolaknya namun menerima kartu nama tersebut karena sopan santun.
Pria tersebut kemudian masuk ke sebuah mobil yang dikemudikan pria lain. Pada saat wanita itu meninggalkan Pompa Bensin, dia melihat bahwa pria tersebut juga meninggalkan pompa bensin tersebut pada saat yang bersamaan.
Hampir seketika, wanita tersebut merasa pusing dan kesulitan untuk bernapas. Dia mencoba untuk membuka jendela mobil dan kemudian menyadari bahwa bau tersebut berasal dari tangannya.
Tangan yang sama dengan tangan yang ia gunakan pada saat menerima kartu nama dari pria di Pom Bensin tersebut.
Wanita tersebut menyadari bahwa pria di pom bensin tersebut berada tepat dibelakang mobilnya dan ia merasa harus melakukan sesuatu pada saat itu juga.
Wanita itu kemudian menepi ke jalan masuk rumah yang pertama ia temui dan memencet klakson mobilnya berulang-ulang untuk meminta tolong.
Laki-laki yang membuntuti wanita tersebut kemudian melarikan diri tapi wanita tersebut masih merasa sangat pusing setelah beberapa menit sampai akhirnya dia dapat bernapas dengan normal.
Sepertinya ada sesuatu yang terdapat pada kartu nama tersebut yang dapat menyakitinya.
Obat ini disebut dengan "Burun Danga" dan ini digunakan oleh orang yang ingin melumpuhkan korbannya untuk mencuri dari korban tersebut atau memanfaatkannya.
Obat ini empat kali lipat lebih ampuh dari date rape drug (sorry ga ketemu terjemahan yang pas) dan dapat ditransfer kepada korban dengan sebuah kartu yang sederhana.
Jadi harap untuk memperhatikan hal ini dan jangan menerima kartu pada saat anda sendiri atau di jalanan.
Ini juga berlaku untuk orang yang tak dikenal yang datang ke rumah anda dan memberikan kartu nama pada saat menawarkan jasa mereka.
Mohon kirim e-mail ini untuk memperingati semua wanita, atau bahkan pria.
rgds,
--
M. 'Ciput' Putrawidjaja
Tel: 021 9632 5000
Mobile : 0811 853 253
Shop: tokobiotron.com
Diposting oleh dynkus di 19.44 0 komentar
Label: Selingan
Selasa, 01 Desember 2009
Senyum....sejenak bersama 'Firman Tuhan'
# SORGA 1
Seorang guru Sekolah Minggu bertanya pada anak-anak,
"Bila saya menjual rumah dan mobil saya, dan menjual semua
barang milik saya, lalu memberikannya ke gereja, apakah saya akan
masuk sorga?"
"TIDAK!", jawab anak-anak itu.
Bila saya membersihkan gereja setiap hari, memangkas rumput di
halamannya, dan membersihkan serta merapikan semuanya, apakah
saya akan masuk sorga?"
Lagi, jawabnya adalah, "TIDAK!"
"Baik. Bila saya menyayangi semua binatang dan memberikan
permen pada semua anak dan mengasihi isteri
saya,
apakah saya akan masuk sorga?"
Lagi, mereka semua menjawab, "TIDAK!"
"Jadi, bagaimana saya bisa masuk sorga?"
Seorang anak lima tahun berteriak, "ANDA HARUS MATI!"
# SORGA 2
Guru Sekolah Minggu bertanya pada murid-muridnya, "Siapa yang
ingin pergi ke sorga, coba angkat tangan!"
Semua murid-murid di kelas itu mengangkat tangannya, kecuali
seorang anak.
Guru bertanya, "Kamu tidak ingin pergi ke sorga?"
Murid itu menjawab, "Tidak, Bu Guru. Ibu saya menyuruh saya
segera pulang ke rumah, tidak boleh pergi ke mana-mana."
# SORGA 3
Suatu pagi, di sebuah Sekolah Minggu....
Ibu Guru : Siapa yang mau masuk sorga acungkan
jarinya!
Murid : Saya, Bu Guruuuuuuuu. ...
Hampir semua murid di kelas tersebut mengacungkan jarinya
kecuali satu anak.
Bu Guru : Ucok, kenapa kamu tidak mau masuk sorga?
Ucok : Saya tidak mau masuk sorga, Bu, saya ingin masuk
tentara.
# TIDAK BOLEH BERISIK DI GEREJA
Sebelum mengakhiri kelasnya, guru Sekolah Minggu bertanya
kepada murid-muridnya.
Guru : Kenapa kalo di gereja kita tidak boleh berisik?
Murid : Karena di gereja ada yang lagi tidur.
# FIRMAN TUHAN
Seorang guru Sekolah Minggu bertanya kepada murid-muridnya,
"Apakah firman Tuhan yang saya ajarkan selama ini sudah
dimengerti
semua?"
Murid-murid menjawab, "Sudah, Bu guru!"
Lalu Ibu Guru melanjutkan, "Kalau begitu, minggu depan kalian
akan dites oleh Kepala Pendeta. Apakah sudah siaaaap?"
Murid-murid menjawab, "Siaaap Bu Guru!"
Maka minggu berikutnya Kepala Pendeta datang ke kelas
dan berkata kepada si Ibu Guru, "Bu, hari ini merupakan
evaluasi pelajaran firman Tuhan yang selama ini Ibu ajarkan.
Saya akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid-murid"
.
Si Ibu Guru menjawab (dengan berharap si Kepala Pendeta
memujinya)," Bapak bisa lihat sendiri kalau murid-murid saya
pandai-pandai semuanya".
Kemudian Kepala Pendeta bertanya kepada murid-murid, "Apakah
kita boleh mencuri?"
Murid-murid menjawab, "Tidak boleh, Pak, sebab dilarang di
dalam Hukum Taurat!"
Si Ibu Guru senyum-senyum senang.
Lalu si Kepala Pendeta
melanjutkan, "Apakah kita boleh membunuh?"
Murid-murid menjawab, "Tidak boleh Pak, sebab itu juga dilarang
didalam Hukum Taurat!"
Si Ibu Guru semakin bersemangat tersenyum..
Kepala Pendeta semakin penasaran dan bertanya lagi, "Nah,
sekarang kalau kalian punya kucing di rumah lalu buntutnya
kalian potong, berdosa nggak kalian?"
Mendapat pertanyaan seperti itu, murid-muridnya berpikir keras
karena buntut kucing yang dipotong bukan berarti mencuri dan
kucingnya tidak mati berarti tidak membunuh. Kelas
menjadi hening... Tiba-tiba salah satu murid berdiri dan
menjawab dengan suara nyaring, "Berdosa, Pak!"
Si Kepala Pendeta bertanya, "Kenapa menurut kamu berdosa?"
Si murid menjawab, "Sebab
di dalam Matius 19:6 tertulis,
''Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Sebab apa
yang telah dipersatukan Tuhan tidak boleh diceraikan oleh
manusia'!"
Diposting oleh dynkus di 19.56 0 komentar
Label: Selingan